❄️ Cerita Rakyat Bugis Tulisan Lontara
Selasa 02 November 2010. Cerita Rakyat. Asal Muasal Putri Duyung dan Lumba-lumba. Versi Makassar. Pada Zaman dahulu kalah di tepi pantai Tope Jawa, tinggal sebuah keluarga miskin yang hidup serba kekurangan, mereka adalah Tutu dan Bauq serta Putrinya yang bernama Rannu. Ketika itu Taba pergi mencari ikan di laut dengan menggunakan jala, untuk
Namunsebagian besar masyarakat bugis yang masih menganut agama lokal yaitu kepercayaan Tolotang menganggap bahwa I La Galigo ini sebagai kitab suci. Karya satra ini memiliki sekitar 6.000 halaman dan 300 ribu baris teks dengan menggunakan penulisan aksara Lontara yaitu aksara asli Bugis, penyusunan puisi didalamnya dianggap sangat indah dan
AksaraLontara, juga dikenal sebagai aksara Bugis, aksara Bugis-Makassar, atau aksara Lontara Baru adalah salah satu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa Bugis dan Makassar, tetapi dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang mendapat pengaruh Bugis
soBaE. Penggunaan sumber dalam belajar sejarah menjadi sangat penting karena sejarah merekonstruksi peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu. Untuk merekonstruksi kembali peristiwa-peristiwa masa lampau menjadi suatu kisah diperlukan adanya sumber sejarah, bukti, serta fakta-fakta sejarah. Informasi yang diperoleh dari data atau sumber sejarah adalah keterangan sekitar apa yang terjadi, siapa pelakunya, di mana peristiwa itu terjadi dan kapan peristiwa itu sumber sejarah dapat diperoleh informasi yang menjelaskan tentang terjadinya suatu peristiwa tertentu. Seluruh keterangan inilah yang dijadikan dasar untuk merekonstruksi peristiwa masa lalu menjadi sebuah karya sejarah. Oleh karena itu karya sejarah merupakan sebuah karya nonfiksi, tanpa adanya sumber maka tidak ada sejarah, sebuah kisah yang ditulis tanpa fakta sejarah atau sumber yang jelas maka itu disebut karya sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah, baik itu berupa sumber lisan, berupa benda atau artefak peninggalannya, serta sumber tertulis yang biasa kita kenal sebagai kronik atau juga Seperti Inilah Metode dalam Penelitian dan Penulisan SejarahManuskrip adalah sebuah tulisan tangan yang telah ditulis oleh orang terdahulu yang masih ada sampai saat ini. Di Indonesia ada banyak sekali manuskrip-manuskrip kuno yang dijadikan sumber dalam penulisan sejarah. Terkhusus di Sulawesi Selatan, manuskrip kuno itu banyak ditemukan dan dipergunakan sebagai sumber sejarah primer, manuskrip itu disebut dengan nama Lontara’.Dalam tulisan Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin yang berjudul “Notes on the Lontara’ as Historical Sources,” dimuat dalam majalah Indonesia, No. 12 Oktober, 1971, Cornell Modern Indonesia Project, Ithaca, New York, dijelaskan macam-macam Lontara’ yang di kenal khususnya masyarakat Bugis-Makassar serta Mandar yang mengandung berbagai bidang ilmu pengetahuan kuno seperti sejarah termasuk sejarah hukum adat, filsafat dan pandangan hidup, pertanian, kebudayaan, obat-obatan, hukum adat termasuk peradilan, dan lontara’ karena manuskrip ini ditulis menggunakan aksara Lontara’, dinamakan aksara lontara’ karena dahulu sebelum adanya kertas hanya dituliskan di atas daun Lontar dalam bahasa Bugis disebut lontara’, sejenis palem.Lontara’. Foto lontara’ kadang juga disebut dengan istilah sure’ atau dalam bahasa Indonesia disebut surat, suatu istilah yang lebih tua dari pada lontara’. Pada umumnya semua lontara’ atau sure’ tidak mencantumkan nama penulisnya. Tidak juga dijelaskan apa maksud penulisan tersebut yang lazim terdapat pada kalimat-kalimat pertama lontara’-lontara’ lain di Sulawesi juga 8 Kitab Kuno di Nusantara yang Sering Dijadikan Sumber Penulisan SejarahTidak dicantumkannya nama penyusun atau penulisnya karena kemungkinan penulis tidak mau mencari popularitas. Penulis atau penyusun lontara’ hanya sering diketahui berdasarkan keterangan ahli lontara’. Namun sayangnya ada kelemahan dalam penggunaan lontara’ ini sebaga sumber sejarah dikarenakan tidak adanya penulisan angka tanggal/tahun yang tertera pada kronik lontara’, baik itu tanggal penulisan maupun tanggal peristiwa yang dituliskan di dalamnya. Adapun beberapa jenis-jenis lontara’ yang dipergunakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan sebagai berikut1. Lontara’ Attoriolong Bugis, Pattoriolong Makassar. Merupakan kronik orang dahulu yang mengandung fakta sejarah atau catatan mengenai suatu peristiwa penting di masa lalu. Hampir setiap kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan memiliki Lontara’ Attoriolong masing-masing, keberadaan Lontara’ Attoriolong di era sekarang sangat membantu para peneliti sejarah untuk menuliskan sejarah di Sulawesi Lontara’ Bilang Lontara ini menjelaskan tentang nama-nama hari dan hari-hari yang dianggap baik menurut kepercayaan kuno masyarakat Sulawesi Lontara’ Ade’ Lontara’ ini merupakan kronik adat kebiasaan, contoh lontara jenis ini di daerah yang berbahasa Bugis disebut lontara’ Latoa, sementara di daerah yang berbahasa Makassar disebut Lontara’ Ulu Ada Bugis, Ulu Kanaya Makassar Lontara’ ini merupakan rumus perjanjian antara kerajaan di Sulawesi Selatan maupun perjanjian dengan negara Lontara’ Allopi-loping Lontara’ ini berisi himpunan hukum adat pelayaran, salah satu yang cukup populer yaitu lontara’ Allopi-loping yang ditulis oleh Lontara’ Pangnguriseng Lontara ini berisi tentang silsilah raja-raja atau para bangsawan di Sulawesi Lontara’ Kotika Berbeda dengan lontara’ Bilang yang menjelaskan tentang nama-nama hari dan hari-hari yang dianggap baik, lontara’ Kotika ini hanya menjelaskan waktu-waktu baik dan buruk dalam sehari selama satu pekan.
ᨊᨄᨚᨕᨉᨕᨗ ᨄᨘᨊᨕᨙ ᨌᨑᨗᨈ ᨆᨀᨛᨉ ᨕᨛᨃ ᨔᨙᨉᨗ ᨀᨇᨚ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨀᨇᨚ ᨕᨙᨑᨚ ᨉᨙ ᨊᨆᨊᨛᨔ ᨕᨚᨋᨚᨊ᨞ ᨑᨗ ᨒᨒᨛ ᨀᨇᨚ ᨕᨙᨑᨚ ᨕᨛᨃ ᨈᨕᨘ ᨆᨀᨛᨒᨛᨅᨗᨊᨛ ᨈᨛᨆᨀ ᨕᨀᨔᨗᨕᨔᨗᨂᨛᨊ᨞ ᨊᨕᨗᨀᨗᨐ ᨕᨛᨃ ᨈᨚ ᨈᨕᨘ ᨔᨘᨁᨗ ᨈᨒᨁᨒᨁ ᨆᨚᨋᨚ ᨑᨗ ᨀᨇᨚ ᨕᨙᨑᨚ᨞ ᨕᨗᨕᨑᨚ ᨈᨕᨘ ᨔᨘᨁᨗ ᨕᨙ ᨉᨙ ᨊᨕᨗᨔᨛᨂᨗ ᨑᨗᨕᨔᨛ ᨕᨙ ᨕᨄᨛᨉᨗᨑᨛ ᨕᨚᨋᨚ ᨒᨗᨊᨚᨊ ᨈᨛᨆᨀ ᨑᨗᨈ ᨕᨒᨛᨅᨗᨒᨛᨅᨗᨑᨛᨊ᨞ ᨈᨘᨃᨛᨈᨘᨃᨛ ᨕᨛᨔᨚ ᨕᨗᨕᨑᨙᨁ ᨊᨕᨛᨔᨚ ᨆᨑᨍ ᨔᨗᨂᨗ ᨒᨚᨀᨊ ᨍᨚᨀᨍᨚᨀ ᨑᨗ ᨔᨙᨕᨘᨕᨕᨙ ᨕᨚᨋᨚ᨞ ᨆᨔᨛᨊ ᨔᨛᨊ᨞ Tosugi Ero ana'na riaseng La Tenri Sau. Naia tokasi-asi E dEnrE engkato ana'na riasengnge La Biu. Esso-esso ambo'na La Biu sitengnga matE mala aju ri ale E nainappa natiwirang tosugi Ero. Naia tokasi-asi Ero dE gaga makkanaonroi mEllau tulung sangadinna tau sugi Ero. Temmaka manrasa-rasana tokasi-asi Ero. BainEna maddaretoi parimeng. Naia ana'na nataro bawangmi ri bolana. Temmakkasoro iarEga angkangulung. Massalimu carE-carE lekke. Nasaba araja sEuana Puang Allah Ta'ala iaro lapong anana ianaritu La Biu maddising-dising mui, namantoni dE nasokko anrEna. Si kaya memiliki seorang anak yang bernama La Tenri Sau. Sementara si miskin juga memiliki seorang anak, yang mereka namakan La Biu. Tiap hari ayah La Biu, bersusah payah setengah mati mengambil kayu di hutan untuk kemudian membawakannya ke si kaya. Orang tua La Biu sama sekali tidak memiliki siapa-siapa yang bisa dimintai pertolongan kecuali si kaya tersebut. Begitu menderitanya mereka, bahkan istrinya pun juga ikut berkebun, sementara anak mereka ditinggal sendiri di rumah, tanpa kasur dan juga bantal. Si anak hanya beralaskan kain tipis. Namun berkat kuasa Allah si anak, La Biu, tetap bertahan meskipun gizinya tak tercukupi. ᨔᨗᨊᨗᨊ ᨉᨒᨙᨕᨙ ᨕᨊᨘ ᨄᨚᨒᨙ ᨆᨊᨛ ᨑᨗ ᨄᨘᨕ ᨕᨒ ᨈᨕᨒ ᨊᨀᨘᨆᨘᨕᨑᨚ ᨕᨅᨒᨕᨙ ᨄᨚᨒᨙ ᨀᨚᨆᨈᨘ ᨑᨗ ᨄᨘᨕ ᨕᨙ᨞ Sininna dallE'E anu polE maneng ri Puang Allah Ta'ala, nakkumuaro abalaE pole komatu ri PuangE. Segala rejeki yang kita peroleh berasal dari Allah Yang Maha Kuasa, begitu pula dengan segala bencana, asalnya juga dari Allah. ᨑᨗᨓᨛᨈᨘ ᨆᨅᨘᨕᨊ ᨓᨑᨛᨒᨙᨊ ᨔᨗᨅᨓ ᨆᨒᨗᨔᨛᨊ ᨒᨆᨙᨊ ᨈᨄ ᨄᨚᨒᨙ ᨆᨘᨊᨗᨕ ᨔᨄᨗᨊ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗᨕᨙ ᨆᨋᨙᨕᨗ ᨔᨗᨊᨗᨊ ᨓᨛᨑᨛᨒᨙᨊ᨞ ᨊᨄᨘᨈᨊᨛᨊ ᨈᨚᨀᨔᨗᨕᨔᨗᨕᨙ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗᨕᨙ᨞ ᨊᨑᨗᨄᨚᨅᨒᨗ ᨈᨚᨀᨔᨗᨕᨔᨗᨕᨙ ᨄᨚᨒᨙ ᨑᨗ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗ ᨕᨙ ᨆᨕᨙᨒᨚ ᨑᨗᨕᨘᨊᨚ ᨔᨗᨅᨓ ᨈᨙᨕ ᨈᨚᨕᨗᨓᨗ ᨆᨛᨒᨗ ᨕᨍᨘ ᨕᨊᨔᨘᨊ᨞ ᨑᨗᨓᨛᨈᨘ ᨊᨃᨒᨗᨂᨊᨑᨚ ᨕᨉᨊ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗ ᨕᨙ ᨄᨉ ᨊᨔᨄᨘᨑᨘᨕᨗ ᨕᨑᨚᨊ ᨈᨚᨀᨔᨗᨕᨔᨗᨕᨙ ᨆᨒᨕᨗ ᨅᨗᨊᨙ᨞ ᨊᨕᨙᨒᨕᨘ ᨉᨚᨕ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨄᨘᨕ ᨕᨒ ᨈᨕᨒ ' ᨈᨛᨊᨄᨚᨉᨚ ᨊᨄᨈᨛᨈᨛᨀᨛᨕᨗ ᨕᨈᨗᨊ ' ᨞ Riwettu mabbuana warellEna sibawa mallise'na lamEna, tappa pole munia sapinna tosugiE manrEi werellEna. Naputane' na tokasiasiE lao ri tosugiE. Naripobali tokasiasiE polE ri tosugiE maElo riuno sibawa tEa toiwi melli aju annasunna. Riwettu nangkalingana ro adanna tosugiE pada nasappurui arona tokasiasiE mallai binE. NaEllau moa lao ri Puang Allah Ta'ala tenna podo napatettekengngi atinna. Suatu ketika jagung si miskin berbuah dan ubinya berisi, tanpa disangka sapi si kaya datang memakan semua jagung si miskin. Si miskin mengajukan keberatan kepada si kaya. Namun keberatan tersebut dibalas dengan ancaman akan dibunuh dan juga ancaman untuk tidak membeli kayu bakarnya. Ketika mendengar ucapan si kaya tersebut, si miskin dengan istrinya hanya bisa mengelus dada. Mereka meminta kepada Allah Ta'ala semoga hati mereka diperkuat. ᨊᨄᨗᨈᨕᨗ ᨕᨀᨘᨕᨔᨂᨛᨊ ᨄᨘᨕ ᨕᨒ ᨈᨕᨒ ᨆᨈᨙᨕᨗ ᨕᨅᨚᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨊᨈᨛᨋᨛ ᨅᨈᨘ᨞ ᨑᨗᨓᨛᨈᨘ ᨆᨈᨙᨊ ᨕᨅᨚᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨆᨄᨀᨛᨔᨗ ᨅᨅᨘᨕ ᨊᨔᨅ ᨉᨙᨁᨁ ᨈᨕᨘ ᨈᨗᨓᨗᨕᨗ ᨕᨘᨍᨘᨊ ᨒᨕᨚ ᨑᨗ ᨀᨘᨅᨘᨑᨘᨕᨙ᨞ ᨆᨉᨘᨊᨘᨉᨘᨊᨘᨊᨗ ᨓᨕᨙ ᨆᨈᨊ ᨕᨗᨉᨚᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ᨞ ᨆᨙᨒᨕᨘ ᨈᨘᨒᨘᨊᨗ ᨒᨕᨚ ᨑᨗᨈᨕᨘ ᨆᨚᨋᨚᨕᨙ ᨑᨗ ᨅᨚᨒᨊ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗᨕᨙ᨞ ᨕᨗᨐᨊᨑᨚ ᨊᨄᨙᨔᨑᨚᨕᨗ ᨊᨈᨗᨓᨗᨕᨗ ᨕᨘᨍᨘᨊ ᨒᨀᨕᨗᨊ ᨑᨗᨕᨚᨋᨚᨊ ᨕᨄᨙᨔᨕᨘᨄᨙᨔᨕᨘᨊ ᨔᨗᨀᨘᨕᨕᨙ ᨕᨗᨈᨊ᨞ ᨑᨗᨈᨊᨗ ᨈᨊᨕᨙ ᨆᨁᨚᨄᨚᨁᨚᨄᨚ᨞ ᨀᨚᨊᨗᨑᨚ ᨑᨗ ᨕᨓᨊ ᨑᨗᨈᨑᨚ ᨕᨅᨚᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ᨞ ᨉᨙᨁᨁ ᨕᨆᨙᨔ ᨊᨈᨑᨚᨕᨕᨗ᨞ Nappitangngi akkuasangenna Puang Allah Ta'ala, matEi ambo'na La Biu natenre' batu. Riwettu matEna ambo'na La Biu, mappakessi babua nasaba dEgaga tau tiwi i ujuna lao ri kuburuE. Ma'dunu-dununi waE matanna Indo'na La Biu. MEllau tulunni lao ri tau monroE ri bolana to sugiE. Iyanaro maggoppo-goppo. Koniro ri awana ritaro ambo'na La Biu. DEgaga amEsa nataroangngi. Allah Ta'ala, Tuhan Yang Maka Kuasa, memperlihatkan kekuasaannya. Ayah La Biu meninggal dunia terjepit batu. Ketika ayahnya meninggal, kondisi mereka begitu memprihatinkan. Tak ada orang yang bisa membawa jasadnya ke liang kubur. Ibu La Biu menagis tersedu-sedu, air matanya mengalir. Ibu La Biu kemudian meminta tolong kepada orang yang tinggal di rumah si kaya. Orang tersebutlah yang dipercayakan membawa jasad suaminya ke tempat peristirahatannya, setelah beberapa lama. Tampaklah tanah bertimbun-timbun. Di bawah tanah itulah, ayah La Biu dimakamkan tanpa batu nisan. ᨆᨚᨋᨚᨊᨗ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨔᨗᨅᨓ ᨕᨗᨉᨚᨊ᨞ ᨕᨗᨕᨆᨊᨗ ᨍᨆᨍᨆᨊ ᨆᨊᨇᨘ ᨕᨔᨙ᨞ ᨑᨗᨕᨑᨙᨈᨚᨊᨗ ᨅᨛᨊᨗ ᨕᨗᨕᨊᨑᨚ ᨔᨑᨚᨊ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨕᨋᨙᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨔᨗᨅᨓ ᨕᨗᨉᨚᨊ ᨕᨗᨕᨊᨑᨗᨈᨘ ᨅᨛᨊᨗ ᨊᨊᨔᨘ᨞ ᨕᨗᨕᨈᨚᨊᨑᨚ ᨊᨙᨅᨘᨑᨛᨂᨗ ᨄᨙᨌ ᨕᨊᨊ᨞ ᨉᨙᨊ ᨑᨗᨕᨘᨒᨙᨕᨗ ᨌᨑᨗᨈᨕᨗ ᨕᨄᨛᨉᨗᨑᨛᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨔᨗᨅᨓ ᨕᨗᨉᨚᨊ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨈᨛᨄᨀᨙ ᨓᨍᨘ ᨔᨗᨅᨓ ᨔᨘᨒᨑ᨞ ᨕᨗᨉᨚᨊ ᨆᨒᨗᨄ ᨌᨀᨉᨕᨙ ᨉᨙᨊᨅᨍᨘ᨞ Monroni La Biu sibawa indo'na. Iamani jama-jamana mannampu asE. RiarEng toni benni ianaro sarona. Naia anrEna La Biu sibawa indo'na ianaritu benni nanasu. iatonaro nE'burengngi pEca ana'na. DE nariullEi caritai appe'direnna La Biu sibawa indo'na. Naia La Biu teppakE waju sibawa sulara. Indo'na mallipa cakkaddaE DE na'baju. Tinggallah La Biu dengan ibunya sendiri. Adapun pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh ibunya adalah menumbuk padi di rumah si kaya dengan diberi upah benni. Ibu La Biu memasak benni sebagai makanan mereka. Dari benni lah ibu La Biu memasak bubur untuk La Biu. Kemelaran mereka tak sanggup diceritakan dengan kata-kata. La Biu tidak berbusana sama sekali, tanpa baju ataupun celana. Sementara ibunya hanya mengenakan sarung, tanpa baju. ᨊᨔᨅ ᨆᨑᨘᨈᨘ ᨈᨚᨊᨗ ᨅᨚᨒᨅᨚᨒᨊ ᨒᨙᨌᨙᨊᨗ ᨑᨗ ᨔᨙᨕᨘᨔᨛ ᨀᨒᨛᨅᨚ ᨑᨗ ᨔᨙᨕᨘᨔᨛ ᨅᨈᨘ᨞ ᨊᨕᨗᨕᨑᨚ ᨀᨒᨛᨅᨚ ᨕᨙ ᨊᨑᨙᨀᨚ ᨓᨛᨊᨗᨊᨗ ᨉᨙᨈᨚ ᨊᨑᨗᨈᨘᨈᨘ ᨅᨅᨊ᨞ Nasaba maruttung toni bola-bolana, lEccEni ri sEuse kalebbong ri sEuse batu. Naiaro kalebbong E narEkko wennini DEto naritutu babanna. Karena pondok mereka akhirnya rubuh, mereka pindah ke sebuah lubang yang ada pada sebuah batu besar gua. Sementara lubang tersebut tidak ditutup bahkan ketika malam. ᨔᨛᨄᨘᨒᨚ ᨒᨗᨆ ᨈᨕᨘ ᨒᨒᨚᨕᨙ ᨆᨒᨚᨄᨚᨊᨗ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ᨞ ᨊᨔᨅ ᨕᨈᨗᨊᨘᨒᨘᨑᨛᨊ ᨆᨁᨘᨑᨘ ᨑᨗ ᨈᨕᨘ ᨆᨌ ᨕᨙ ᨑᨗᨒᨕᨗᨊ ᨈᨚᨄ ᨄᨕᨗᨆᨛ ᨁᨀᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ ᨆᨏᨍᨗ ᨄᨉᨙᨀᨑ ᨔᨗᨅᨓ ᨑᨗᨈᨕᨘ ᨆᨕᨙᨁ᨞ ᨊᨕᨗᨕ ᨈᨚᨔᨘᨁᨗ ᨕᨙ ᨉᨙᨋᨙ ᨊᨔᨅ ᨕᨑᨍ ᨔᨙᨕᨘᨕᨊ ᨄᨘᨕ ᨕᨒ ᨈᨕᨒ ᨆᨏᨍᨗ ᨈᨚᨀᨔᨗᨕᨔᨗ ᨄᨘᨄᨘᨊᨗ᨞ Seppulo lima taung laloE, malopponi La Biu. Nasaba atinulurenna maguru ri tau macca E rilainna topa paimeng gangkanna La Biu mancaji pandEkara sibawa ritau maEga. Naia tosugi E DEnrE, nasaba arajang seuana Puang Allah Ta'ala, mancaji tokasi-asi puppuni. Lima belas tahun kemudian, La Biu sudah dewasa. Karena giatnya berguru pada orang pintar dan semacamnya, dia menjadi pendekar yang dipandang oleh orang banyak. Sementara si kaya, karena kebesaran kuasa Allah, telah jatuh jatuh miskin, kehilangan semua harta kekayaannya. ᨆᨄᨀᨚᨊᨗᨑᨚ ᨌᨑᨗᨈᨊ ᨒ ᨅᨗᨕᨘ Mappakkoniro caritana La Biu Demikianlah cerita La Biu Sumber Cerita Sastra Bugis Klasik tulisan Nur Azizah Syahril terbitan tahun 1999 dengan berbagai perbaikan dan penyesuaian. Dalam teks sumber saya mengambil cerita ini, yang berbahasa Indonesia dan berbahasa bugis dalam huruf latin, ada berbagai ketidaksesuaian antara terjemahan dan cerita dalam latin bugisnya, sehingga saya menyesuaikan keduanya dan menerjemahkannya kembali secara literal, mendekati arti yang sebenarnya dari kata-kata dalam bahasa bugis. Dalam tulisan ini, saya mereverse-translate ke aksara bugis/lontara dengan pengetahuan yang seadanya sehingga mungkin ada beberapa kesalahan yang sekiranya dapat dimaklumi. Namun arti dari kata-katanya secara arti, Insya Allah tidak jauh dari yang sebenarnya. Disini saya menuliskan "E" dan "e" untuk menunjukkan perbedaan dua pengucapan untuk huruf e. 'E' memiliki pelafalan yang sama dengan e pada kata "A I U E O e", sementara 'e' merujuk pada "A I U E O e" Arti kata benni Dalam tradisi suku bugis, untuk memasak nasi, beras yang sudah digiling terlebih dahulu harus ditapi ᨉᨗᨈᨄᨗ yang maksudnya adalah di saring dengan pattapi ᨄᨈᨄᨗ. Pattapi terbuat dari anyaman rotan yang berbentuk lingkaran selebar pelukan orang dewasa atau diameter sekitar 50 cm. Dengan pattapi ini, beras dilempar-lemparkan untuk memisahkan beras yang baik dengan pecahan-pecahan sisa-sisa beras yang kecil dan juga rumput/batu-batu kecil atau benda lainnya yang ikut pada beras. Pecahan-pecahan sisa-sisa beras inilah yang disebut dengan benni. Benni sebenarnya bukan untuk dimakan oleh manusia, melainkan untuk ternak, seperti ayam. Dalam cerita La Biu, mereka digambarkan memakan benni untuk menunjukkan betapa melaratnya mereka.
Makassar - Aksara Lontara juga dikenal sebagai aksara Bugis yang digunakan oleh dua etnis di Sulawesi Selatan Sulsel, yaitu Suku Bugis dan Suku juga merupakan identitas daerah dan merupakan nilai-nilai leluhur yang sangat berharga dan merupakan satu dari lima aksara dunia, yakni aksara Arab, Latin, Kanji, Kawi Jawa Kuno.Dikutip dari Jurnal Universitas Komputer Indonesia Unikom yang berjudul "Aksara lontara Dalam Kehidupan Masyarakat Suku Bugis", pada abad ke 16 Masehi M hingga awal abad 20 masehi, aksara Lontara dijadikan sebagai tulisan sehari-hari bagi sastrawan Sulsel. Aksara Lontara sangat terkenal di Eropa semenjak sure' I La Galigo dibawa Oleh Mathes dari Sulsel ke Belanda. Aksara Lontara saat ini telah terdaftar di Unicode, dan telah dijadikan buku yang termuat dalam The Unicode Lontara diciptakan oleh Daeng Pamatte yang merupakan seorang syahbandar dan menjabat sebagai Tumailalang Menteri urusan istana luar dan dalam negeri di kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi 1510 - 1546. Alasan aksara ini dibuat yakni pada saat itu pemerintah Kerajaan Gowa ingin menuliskan apa yang mereka itu agar mereka dapat menuliskan kejadian pada masa itu, sebagai warisan bagi keturunannya sebagai bekal bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Aksara Lontara pada masa ini disebut sebagai aksara Lontara Toa atau Jangang-Jangang burung.Dalam perkembangannya aksara Lontara kemudian mengalami perubahan. Huruf aksara Lontara berubah saat agama Islam masuk sebagai agama resmi di Kerajaan huruf aksara Lontara berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab. Seperti huruf Arab nomor 2 diberi makna huruf "ka", angka Arab nomor 2 dan titik dibawah diberi makna "Ga", angka tujuh dengan titik di atas diberi makna "Nga".Aksara Lontara yang telah mengalami perubahan ini disebut Lontara Bilang-Bilang atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Lontara Bilang-Bilang ini sendiri diperkirakan muncul pada abad ke-16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin 1593-1639.Selanjutnya aksara Lontara mengalami penyederhanaan dengan menggunakan bentuk huruf dari belah demikian disebutkan dalam jurnal tersebut belum diketahui secara jelas siapakah yang menemukan penyederhanaan aksara Lontara ini. Namun, berdasarkan jumlah aksara yang semula 18 huruf dan kini menjadi 19 huruf, dapat dinyatakan bahwa penyederhanaan itu dilakukan setelah masuknya tambahan akibat pengaruh Islam dari bahasa arab tersebut yakni huruf "Ha".Sementara, ada pendapat yang menyebutkan bahwa si pencipta aksara Lontara Daeng Pamatte sendiri yang kemudian menyederhanakan dan melengkapi aksara lontara Usul Penamaan Aksara LontaraMengutip karya ilmiah Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin Unhas, Prof Nurhayati Rahman berjudul "Sejarah dan Dinamika Perkembangan Huruf Lotaraq di Sulawesi Selatan" disebutkan bahwa kata Lontara berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu raung yang berarti daun, dan taq yang berarti lontar. Jadi raung taq berarti daun demikian, karena pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini bentuknya berukuran kira-kira 1 cm lebarnya, sedangkan panjangnya bergantung dari panjang cerita yang dituliskan di tiap-tiap daun lontar disambung dengan memakai benang, lalu digulung pada jepitan sebuah kayu, yang bentuknya mirip pita Aksara LontaraMelansir aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak dituliskan. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti akan kata yang pada kata "Mandar" hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sebagai "sarang", sara', atau "sara" tergantung pada konteks tulisan aksara lontara adalah kiri ke kanan yang ditulis tanpa spasi dengan tanda baca yang Lontara adalah tulisan abugida yang terdiri dari 23 aksara dasar, yaitu KA-GA-NGA-NGKA-PA-BA-MA-MPA-TA-DA-NA-NRA-CA-JA-NYA-NCA-YA-RA-LA-WA-SA-A-HA. Dan memiliki 6 huruf vokal seperti /ɔ/, /i/, /u/, /e/, /ə/, dan /o/ serta memiliki sistem penulisan Lontara Balai Bahasa KemdikbudMengutip dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam artikel berjudul "Aksara Lontara' dan Rahasia Sukses Replikasi PLPBK Kabupaten Gowa", dijelaskan bahwa huruf Lontara memiliki bentuk yang unik. Berikut penjelasannya1. Huruf Lontara Tidak Mengenal Garis Lengkung atau BengkokHuruf pada aksara Lontara tidak mengenal garis melengkung atau garis bengkok. Hanya ada garis lurus ke atas dan garis lurus ke bawah. Kemudian pada pertemuan kedua garis lurus tersebut terdapat Ditulis dengan Variable Tegak LurusSementara dari segi teknis penulisan, huruf pada aksara Lontara memiliki variasi tebal halus. Yakni ke atas harus tebal dan ke bawah harus Lontara Tidak Mengenal Huruf MatiAlasan tidak mengenal huruf mati karena orang-orang terdahulu percaya segala ilmu yang dipelajari adalah berkah dan tidak akan pernah Membaca Aksara LontaraTidak banyak yang memahami huruf aksara Lontara termasuk cara membacanya. Terdapat lima diakritik dalam aksara Lontara, berikut adalah cara membaca aksara Lontara Jika tanda titik berada di sebelah kiri atas huruf, maka dilafalkan dengan huruf vokal iJika tanda titik berada di sebelah kanan bawah, maka dilafalkan dengan huruf vokal uJika tanda yang menyerupai huruf L terbalik dan condong ke dalam, maka dilafalkan dengan huruf vokal e contohnya sepatu, tanda yang menyerupai huruf L dan condong keluar, maka dilafalkan dengan huruf vokal oJika tanda yang menyerupai huruf L dan berada pada sebelah kiri atas, maka dilafalkan dengan huruf vocal e pepet contohnya ember, enak Simak Video "Hafal 5 Juz Al-Quran, Siswa Bisa Bebas Pilih Sekolah Favorit!" [GambasVideo 20detik] alk/alk
cerita rakyat bugis tulisan lontara